Melankolis, Melankolia Nona bermata sendu Lihatlah wajahmu Cantik menjadi tak menarik Selalu melulu menangis Senyummu yang dulu kini hilang, Nona menjadi pendiam Entah apa masalahnya, Pura-pura tegar dihadapan semua orang Entah karena apa, entah apa, entah bagaimana Nona menjadi murung Tak mau berkasih lagi Kukira ini permasalahannya Tapi, Nona berkata, "Tidak, bukan tentang cinta." Lantas, apa yang sedang Nona permasalahkan? Nona seperti melankolia Depresi dan terbentur jiwanya Nona tak mau bercerita Hanya bergumam, "Keluargaku seperti anjing!" Akhirnya, terluap lepas sedikit mereda Ternyata, Nona bergelut sebagai penyintas dalam keluarga Nona si Melankolis, Wajahmu memang manis Hanya bagi yang melihatmu, mereka merasa miris Sebab Nona sering mengiris-iris hatinya sendiri Nona si Melankolis Melankolia meradang di jiwa Nona Buruk rupa tak terkendali Nona turbulensi, hilang sadar Mereka menertawakan Nona, Seraya berkata, "Si perempuan itu, kini gila ...
Tepat pada mentari tenggelam di ufuk barat, semua redup dengan cepat. Lampu-lampu rumah mulai menyala, tetapi tak layak untuk memantapkan kepercayaan di sana. Karena sesuai pengalaman, lampu-lampu itu sedang bercanda dalam menerangi kota dan desa. Kadang menyala terang, kadang redup, kadang remang-remang. Seperti layang-layang yang ditarik ulur, lalu kemudian terputus juga. Mati juga. Begitulah kiranya perumpamaan dia yang sempat menyala bersama, lalu mati saat sedang berserius untuk menerangi kota dan desa. Perihal itu terlaksana dengan segera, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Jantung berdegup keras pun terkejut, detaknya melambat seperti tak ada harap. Darah seperti beku, tak ada asupan rasa lagi yang mengalir menuju pembuluh. Tiba-tiba, sesingkat itu, aku terbunuh. Pada pikiran yang tak karuan, gejolak amarah yang tak terluapkan, aku hanya bisa terpaku terdiam tersedu-sedan. Gila sekali, tetiba saja dia mengungkap fakta bahwa dirinya telah ditembak seorang pria dan ia s...
Sejak dua tahun lamanya mengarungi hutan hidup yang tak kunjung terbebas dari jeruji hati, kini perasaan menjelma menjadi analgesia. Tidak mampu lagi untuk merasakan sakit, meskipun dalam keadaan sadar dan tersadarkan. Sejuta mimpi yang telah dibangun selama ribuan jam, ratusan hari, dan puluhan kenangan, kini terkubur oleh kenelangsaan yang hampa. Momen-momen indah yang dulu pernah terajut sebegitu cantiknya, kini hanya tinggal menyisakan luka yang berima. Derita yang membara. Dan, kepulan-kepulan asap yang tak sanggup untuk menutupi semua rahasianya. Begitupun dengan kesengsaraan di dalam diri yang tiada akhirnya. Akal-akal seakan tidak terjadi pahit yang menimpa lara. Segalanya yang menimpa dengan begitu hebatnya, tanpa ampun, tanpa jeda, tanpa pelan, mengoyak-ngoyak perasaan yang telah dibawanya kebahagiaan. Dewasa ini, hati men...
Komentar
Posting Komentar