Postingan

Menampilkan postingan dengan label Patah

Mentari Terbit

  Tepat pada mentari tenggelam di ufuk barat, semua redup dengan cepat. Lampu-lampu rumah mulai menyala, tetapi tak layak untuk memantapkan kepercayaan di sana. Karena sesuai pengalaman, lampu-lampu itu sedang bercanda dalam menerangi kota dan desa. Kadang menyala terang, kadang redup, kadang remang-remang. Seperti layang-layang yang ditarik ulur, lalu kemudian terputus juga. Mati juga. Begitulah kiranya perumpamaan dia yang sempat menyala bersama, lalu mati saat sedang berserius untuk menerangi kota dan desa.  Perihal itu terlaksana dengan segera, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Jantung berdegup keras pun terkejut, detaknya melambat seperti tak ada harap. Darah seperti beku, tak ada asupan rasa lagi yang mengalir menuju pembuluh. Tiba-tiba, sesingkat itu, aku terbunuh. Pada pikiran yang tak karuan, gejolak amarah yang tak terluapkan, aku hanya bisa terpaku terdiam tersedu-sedan. Gila sekali, tetiba saja dia mengungkap fakta bahwa dirinya telah ditembak seorang pria dan ia s...

Jeda

Belakangan ini, aku selalu saja dipermainkan oleh waktu dan perasaan. Tidak tepat untuk menenangkan diri ketika hari-hari libur sudah tiba. Selalu saja merekah banyak tekanan dan absurdisme yang ditunjukkan oleh atasan. Memang, wajar saja ketika berbicara soal pekerjaan. Namun, ini bukan berbicara tentang pekerjaan, melainkan berbicara tentang manusia angkuh yang sering merengkuh kebahagiaan dan ketenangan hidup manusia lainnya. Tentang dia yang selalu ingin menang sendiri tanpa mau mengalah dan menyadari. Nyatanya, waktu seringkali mempermainkan hidup yang memiliki tujuan. Waktu seringkali marah saat ia dipermainkan. Membuat lupa, stress, depresi, gangguan mental pun bisa jadi. Tetapi, aku tak menyalahkan waktu. Aku hanya menyalahkan diriku sendiri; mengapa aku harus terus-menerus berjuang padahal tidak dihargai sama sekali? Sedangkan sang perasaan hanya tertawa di atas kesemrawutan dunia fana. Memorak-morandakan jiwa yang sudah terbantai, menghanguskan jutaan harapan yang telah diban...

Kalah Cepat

Gambar
                 Dulu, sejak kita belum saling kenal. Belum saling sapa. Belum saling melemparkan senyum. Dan, selalu membelum. Meski sempat berpapasan, tetap saja kita masih asing. Tak sengaja di hari itu kita bersua, perasaan mata perlahan mengasihi rasa di dalam dada. Mulai berat, tapi bahagia. Di hari itu juga, rasa penasaran mulai tumbuh di dalam renjana. Kian hari, kian membesar kala memandang senyum indah yang terlontar dari bibirmu. Aku pun mulai memberanikan diri untuk sekadar berkenalan denganmu. Di sisi lain, aku punya maksud untuk ingin selalu dekat denganmu. Melawan arah kiblat untuk ingin menjadi saling. Ternyata, namamu selalu didamba-dambakan oleh ratusan manusia yang hidup di habitat sekolah. Wajar saja jika namamu selalu menggema di atas peradaban terkagumi dan dikagumi. Memang, kau ratu yang ditinggi-tinggikan. Ratu yang diperjuangkan oleh banyak pasukan. Semilir angin menghampiri, membawa pesan bahwa aku sudah ...

Analgesia

Gambar
                                       Sejak dua tahun lamanya mengarungi hutan hidup yang tak kunjung terbebas dari jeruji hati, kini perasaan menjelma menjadi analgesia. Tidak mampu lagi untuk merasakan sakit, meskipun dalam keadaan sadar dan tersadarkan. Sejuta mimpi yang telah dibangun selama ribuan jam, ratusan hari, dan puluhan kenangan, kini terkubur oleh kenelangsaan yang hampa. Momen-momen indah yang dulu pernah terajut sebegitu cantiknya, kini hanya tinggal menyisakan luka yang berima. Derita yang membara. Dan, kepulan-kepulan asap yang tak sanggup untuk menutupi semua rahasianya. Begitupun dengan kesengsaraan di dalam diri yang tiada akhirnya. Akal-akal seakan tidak terjadi pahit yang menimpa lara. Segalanya yang menimpa dengan begitu hebatnya, tanpa ampun, tanpa jeda, tanpa pelan, mengoyak-ngoyak perasaan yang telah dibawanya kebahagiaan.  Dewasa ini, hati men...

Tak Kasat Rasa

Gambar
Di kamarku, aku pernah merenung sendiri sembari menikmati keindahan lampu neon menyala. Berpikir keras tentang apa menariknya hidup, dan bagaimana cara kerjanya bahagia. Semakin lama berpikir, semakin kuat juga perasaan cemas menggumpal di dada. Mungkin, bagi sebagian orang menariknya hidup itu hanya untuk bersenang-senang saja. Bergembira bersama sahabat, kerabat, martabat, dan materialisme lainnya. Mungkin, bagi sebagian orang cara kerja bahagia itu mudah. Hanya perlu uang yang banyak, tidak ada tagihan utang, mobil mewah, rumah mewah, dan aset-aset berharga lainnya. Wah, pemikiranku tidak sedangkal itu. Barangkali aku juga punya kesamaan tentang kebanyakan orang katakan. Namun, meski begitu, bagiku masih saja ada yang kurang—mengganjal dan mengganjil di dalam hati. Jika seperti itu, berarti menariknya hidup dan berbahagia bukanlah tentang kemewahan semata saja. Melainkan, tentang siapa yang bisa membuat cara kerja bahagia menjadi terasa nyata. Tentang dengan siapa ya...